Your Ad Here
Ksatria Petir

Cari!!!

Wednesday, August 24, 2005

Catatan Menjelang Ajal II

Jakarta, 7 Desember 1958
Hari ini aku berumur 25 tahun, dan pada hari ini pula aku melamar Ros untuk menjadi istriku.. Keluarga besar orang tuaku datang bersama barang-barang seserahan yang sudah ku persiapkan selama lebih dari satu minggu. Dan waktu lebih dari dua bulan untuk meyakinkan orang tuaku bahwa aku benar-benar ingin menikahi Ros, wanita yang paling aku cintai.
Jam 11.45 tepat Ros diizinkan oleh ayahnya untuk menerima lamaranku. Memang untuk orang tua Ros aku sudah melakukan penjajakan lebih dulu, jadi ketika lamaran dilaksanakan aku sudah tahu bahwa keluarga Ros akan menerima lamaranku. Alhasil, aku bertunangan dengan Ros untuk menikah 2 bulan lagi.


Jakarta, 8 Februari 1959
Hari ini aku menikah dengan Ros. Acaranya berlangsung meriah, undangan yang datang cukup banyak, teman-teman satu barak dan seniorku di Angkatan Darat tak ada yang absen, semuanya hadir, sahabat-sahabatku sejak kecil pun lengkap. Tapi di tengah-tengah keramaian dan kemeriahan acara akad dan resepsi pernikahanku yang juga dimeriahkan dengan pertunjukan lenong “Pak Murah” sesungguhnya hatiku merasa sedih, karena ayah tercinta meninggal tepat sehari sebelum acara ini berlangsung.
Sebetulnya aku ingin mengundur acara pernikahanku, tapi sesaat sebelum meninggal ayah berwasiat kepada seluruh keluarga untuk tidak menunda acara pernikahanku, supaya dia bisa tenang katanya.
Banyak tamu-tamu yang tidak berasal dari lingkungan sekitar rumahku tidak tahu bahwa ayah sudah meninggal kemarin. Hanya orang-orang terdekat di keluargaku dan keluarga Ros yang tahu kalau ayah sudah meninggal. Dan mereka semua berusaha memancarkan wajah gembira walaupun hatinya sedang bersedih, termasuk aku, Ros, ibu dan adik-adikku. Tapi akulah yang paling bersedih hari itu, karena ayah tidak ada di sampingku di hari pernikahanku.


Pontianak, 22 Maret 1962
Aku sedang dalam penugasan, sudah tiga minggu aku tidak bertemu dengan Ros. Hanya bertemu lewat surat, yang kukirim tiap hari.
Dalam beberapa suratnya terakhirnya dia bilang kalau dia sudah telat datang bulan, dan dari surat yang paling terakhir dia menyertakan hasil test di laboratorium rumah sakit tempatnya bekerja, yang menyatakan bahwa Ros sedang mengandung anakku yag pertama. Aku senang sekali, yang telah kutunggu selama lebih dari dua tahun akhirnya datang juga. Setelah komitmen untuk tidak punya anak selama dua tahun akibat pekerjaan dan karir Ros sebagai perawat di rumah sakit Angkatan Darat di Jakarta Pusat, serta penugasanku keluar kota yang semakin sering, akhirnya Ros hamil. Hati ku sangat senang dibuatnya. Khayalanku melayang dan sadar akan menjadi seorang ayah membuat aku lompat kegirangan dalam kamar mess.


Banda Aceh, 10 Juli 1962
Ros keguguran. Aku sangat terpukul, remuk rasanya hatiku mendapat kabar lewat telegram yang dikirim adik iparku yang mengatakan Ros keguguran. Dikamar mess aku tak sanggup lagi bergerak, untuk bernafas pun rasanya sulit.


Jakarta, 5 Agustus 1969
Sudah satu bulan ini aku dan Ros sering berselisih. Kami berdua jadi mudah naik pitam. Hampir tiap hari kami adu mulut bahkan sampai memutuskan untuk pisah ranjang. Dengan alasan untuk menenangkan diri. Kebetulan , dua hari lagi aku tugas ke Medan. Dan aku berharap dengan terpisahnya kami untuk sementara akan membuat aku dan Ros dapat berpikir dengan jernih dan tidak terburu-buru mengambil keputusan.


21 September 2004
Ros baru saja pulang dari pasar membeli bahan-bahan makanan untuk catering pesanan sebuah perusahaan yang mengadakan pertemuan di hotel dekat rumah kami. Tidak seperti biasanya, aku tidak bisa mengantar dia ke pasar, karena ada urusan dengan para pensiunan dalam kesatuanku dahulu.
Ros nampak kelelahan, mukanya pucat, entah apa yang terjadi padanya di pasar tadi. Aku tanya padanya apakah dia pergi ke pasar sendirian, dan dia menjawab tidak. Dia bilang kalau dia ditemani oleh Yanti, anak tetangga yang sudah seperti anak kami. Aku tenang setelah mendengar bahwa Ros mengajak Yanti bersamanya. Lalu aku masuk ruang kerjaku, untuk melanjutkan menulis novel yang sebentar lagi akan selesai. Tak lama, terdengar suara Yanti berteriak. Aku hampiri suara tersebut. Betapa kagetnya aku ketika melihat Ros sudah tegeletak di lantai dapur. Segera kuambil kunci mobil dan kusuruh Yanti memanggil beberapa tetangga untuk membantu mengangkat Ros ke dalam mobil. Setelah para tetangga datang, kami segera mengangkat Ros kedalam mobil lalu membawanya ke rumah sakit terdekat.
Ros terkena Stroke, itu yang kudengar dari Dokter.
Mulai hari ini Ros terbaring tak berdaya di pembaringan rumah sakit.
Koma.


24 October 2004
Sudah satu bulan Ros terbaring di pembaringan rumah sakit. Tidak menunjukkan perkembangan berarti. Hampir setiap hari aku menemani Ros yang terbaring. Aku akan hanya pergi jika mengurus obat dan administrasi rumah sakit, Yanti pasti menggantikanku jika aku tidak bisa menemani Ros. Aku hampir bosan menanti kembalinya Ros dari koma. Tuhan sudah berkali-kali aku datangi dalam shalatku, doaku pun tidak pernah putus. Tapi tak ada perubahan berarti. Harapanku sudah menipis. Asaku semakin lemah.


28 Desember 2004
Lebih tiga bulan sudah aku menunggu Ros kembali dari tidur nyenyaknya. Lagi-lagi tak ada perkembangan yang berarti, hanya jempol kakinya yang terlihat goyang-goyang.
Aku bingung, aku takut akan kehilangan Ros, cuma dia yang ada untuk menemani hidupku. Perjalanan panjangku penuh dengan suka dan duka bersama dia. Aku tidak tahu apakah aku sanggup melewati masa tuaku tanpa dia ada di sampingku. Aku tidak punya anak. Hanya tetangga yang sedikit peduli. Tanpa Ros aku takkan kuat kukira.
Tuhan Aku kira aku tak sanggup untuk menunggu lebih lama lagi. Tak ada harapan bagiku untuk tetap menunggu Ros yang sudah setengah kau ambil. Aku harap melalui tali ini aku bisa meninggalkan dunia fana ini dan bertemu dengan Ros di alam sana. Maaf kan aku Tuhan…


28 Desember 2005
Argha sudah hampir satu tahun meninggalkan aku. Aku tahu dia sangat merindukanku, setelah tiga bulan lebih aku membiarkannya menungguku. Tapi sekarang aku yang lebih merindukannya.
Alhamdulillah Yanti diizinkan oleh orang tuanya untuk tinggal bersamaku yang tidak jauh dari rumah orang tuanya.
Argha kini hanya bisa kupandang lewat foto-fotonya. Novelnya tak terselesaikan.
Tunggu aku di sana Argha. Akan kulanjutkan amanah Tuhan sebelum ku temukan dirimu.

No comments: