Your Ad Here
Ksatria Petir

Cari!!!

Tuesday, December 04, 2007

Kelahiran Sang Ksatria

Selasa 20 November 2007
16.30 WIB
Aku baru sampai di rumah, saat kulihat adik kecilku yang februari 2008 nanti berumur 3 tahun, sedang menemani kakak iparnya dan keponakannya yang masih di dalam perut. Ku lakukan rutinitas seperti biasa, buka sepatu, buka jaket, minum dan ganti baju. Saat aku mulai merebahkan tubuh di ruang tamu yang menjadi kamar tidurku, istriku datang membawakan kopi sambil memegang perutnya. Dia bilang kalau perutnya mengeras pada beberapa saat dan rutin, tapi belum terasa sakit katanya. Ya sudah aku kemudian menyeruput kopi dan mengantarkan adik kecilku pulang ke rumah ibu ku.

18.00 WIB
Seusai shalat maghrib istriku bilang, bahwa kontraksi di perutnya sudah semakin sering, tapi masih belum terasa sakit. Lalu kami berdua menuju ke rumah ibu yang tidak jauh dari kontrakan imutku. Sampai di sana istriku mengadu kepada mertuanya, dia bilang perutnya sudah terasa kontraksi, sudah 30 menit sekali. Lalu ibuku bilang bahwa memang sebentar lagi bayi yang ada dalam kandungan istriku akan segera lahir, dan dia menyarankan jangan buru-buru ke rumah sakit. Tunggu hingga frekuensi dan jarak antar kontraksi semakin dekat.

20.00 WIB
Aku teringat bahwa mertuaku yang tinggal di kontrakan bersamaku belum makan malam, lalu aku mengajak istriku untuk jalan kaki membeli bubur ayam di tempat yang jaraknya 1 km dari rumahku. Pulang pergi jadi 2 km. Sesampainya di rumah, dan menghidangkan bubur kepada mertuaku, istriku semakin merasakan kontraksinya dan sudah di iringin dengan sakit. Sudah 15 menit sekali katanya.

22.30 WIB
Aku belum bisa terlelap walau kantuk sudah menyerang bertubi-tubi. Suara dan cengkraman istriku yang sedang kesakitan tetap membuatku terjaga. Sudah 5 menit sekali katanya. Aku masih bertahan untuk tidak berangkat ke tempat bersalin.

Rabu, 21 November 2007
01.30 WIB
Akhirnya aku memutuskan untuk membawa istriku ke rumah sakit umun daerah Budi Asih yang jaraknya lumayan terjangkau. Mengendarai motor trailku dengan sangat perlahan dan hati-hati akhirnya aku sampai di Unit Gawat Darurat RSUD tersebut, istriku duduk di sebuiah tempat tidur dan langsung di periksa tensi darahnya, dan aku menuju meja pendaftaran. Ternyata kamar perawatan kelahiran di rumah sakit itu sudah penuh semua, mulai dari kelas 3 sampai kelas VVIP. Tak ada ruang lagi. Kami disarankan menuju RSCM yang jaraknya lumayan jauh. Aku memutuskan untuk tidak kesana, dan langsung pulang. Menunggu pagi nampaknya lebih baik bagi ku.

02.15 WIB
Istriku semakin menggelinjang menahan kontraksi. Aku tidak tega, kucoba hubungi RSCM via Telp, sekedar memastikan bahwa ada kamar untuk istriku jika kami memutuskan jalan kesana. Namun tak bisa kuhubungi. Ibu ku bangun dan menyuruhku segara membawa istrku ke Rumah bersalin terdekat, yaitu tempat aku dilahirkan dulu.

02.30 WIB
Aku dan istriku tiba di rumah bersalin Bahagia, tapi aku lupa membawa buku periksa istrku. Aku tinggal istriku bersama perawat, untuk mengambil buku tersebut. Setelah aku kembali tiba di rumah bersalin itu, aku sudah tidak melihat istrku di ruangan lobby. Aku semakin was-was. Aku menduga-duga, istriku sudah tidak kuat dan sudah masuk ruang bersalin. Ku cari ruang bersalin, lalu ku lihat ke dalam, dan benar istriku ada di dalam, sedang mengejan dan menggelinjang menahan sakit kontraksi. Aku khawatir.
Tak lama ibuku dating bersama adik laki-lakiku. Ibuku langsung menemani istriku di ruang bersalin. Aku menunggu bersama adikku dan seorang bapak yang istrinya juga di dalam ruang bersalin, istri bapak itu berada di tempat tidur tengah, dan istrku berada di tempat tidur pojok.

03.15 WIB
Terdengar suara istriku berteriak, ku minta tolong ibuku segera masuk dan menemani istrku. Tapi ketika melangkah masuk, ibu kembali keluar. Dia bilang yang akan melahirkan bukan istriku, tapi istri bapak yang juga sedang menunggu istrinya melahirkan. Karena yang sedang di tangani yang berada di tempat tidur tengah. Tapi hatiku terus berontak, yang ku dengar itu suara istriku sedang mengejan mengeluarkan anak dari rahimnya. Berkali-kali aku bilang ibuku, bahwa itu suara istriku, tapi ibuku selalu menyangkal, dia bilang istriku sedang tidur.

03.35 WIB
Suara bayi menangis dan kemudian di bawa ke sebuah ruang kaca, seorang bayi laki-laki dengan berat 2.7kg dan panjang 48cm. Lucu sekali bayi itu di balik kepercayaan terhadap omongan ibuku aku merasa itu anakku. Tapi tetap aku mengucapkan selamat kepada bapak yang ada dekatku. Kemudian bapak itu mengucap syukur dan mengirim pesan singkat berita gembira kepada kerabatnya. Tak lama sesudah bayi itu di bersihkan, ibuku bilang pada bapak itu untuk meng Adzani anaknya, kemudian bapak itu masuk ke ruangan kaca dengan niat mengadzani bayi laki-laki itu. Tapi kemudian dilarang suster seraya berkata, “ini bukan anak bapak, ini anaknya bapak Rizki, yang itu tuh.” Bapak itu bingung dan aku bingung sesaat dan kemudian berubah menjadi bahagia, ibuku segera masuk kedalam ruang bersalin, dan melihat hingga ke tempat tidur, dan ternyata benar firasatku, istriku yang tadi berteriak. Lalu aku ke ruang bayi, dan mengadzani dan iqomah bayiku. Aku cium tangan ibuku. Aku peluk istriku.
Aku meneteskan air mata haru.

03.50 WIB
“Selamatnya saya kembaliin nih. Selamat yah pak.” Bapak yang tadi keberikan ucapan selamat menyalamiku.

Muhammad Ksatria Ichsan Pradana, demikian aku menamai anak laki-laki pertama ku.
Muhammad aku artikan sebagai orang terpilih, Ksatria ku artikan sebagai pejuang, Ichsan berati kebaikan, dan Pradana adalah Namaku yang juga berarti pemimpin.

Sang Ksatria Ichsan Telah Lahir
“Orang pilihan yang memperjuangkan kebajikan”



Rizki Pradana
4 Desember 2007