Your Ad Here
Ksatria Petir

Cari!!!

Thursday, August 09, 2007

TeaterRekonstruksi (Tragedi Batavia 1628-1629)

Ini adalah salah satu kisah dari Kerajaan Mataram. Saat hampir semua wilayah di Jawa berada dalam kekuasaan Mataram dengan Sultan Agung sebagai rajanya, bagaikan duri dalam daging, Batavia menjadi ganjalan Mataram untuk menaklukkan Banten, karena Batavia tidak bersedia berkoalisi dengan Mataram untuk menaklukkan Banten. Batavia yang pada saat itu di pimpin oleh Jan Pieterzoon Coen dengan sangat gencar melakukan perluasan wilayah kekuasaan dan wilayah dagangnya. Kemudian muncul kekhawatiran akan keberadaan Batavia di benak Sultan Agung, dan beliau memutuskan untuk menyerang dan menaklukkan Batavia pada tahun 1628. namun usaha demi usaha gagal, serangan demi serangan gagal. Para panglima terbaik dikirim dan hanya nama kembali. Tumenggung Bahureksa, Tumenggung Sura Agul-agul, Adipati Mandurorejo, Adipati Uposonto, Adipati Tuhpati, dan para pasukannya mangkat saat membela kepentingan Negara dan Bangsanya.

Saat Sultan Agung disibukkan dengan urusan Batavia yang tak kunjung selesai, ada dua daerah bawahan yang memanfaatkan kesempatan untuk memberontak, Ukur dan Sumedang melakukan penyusunan kekuatan untuk melawan Mataram. Namun berkat tangan dingin Tumenggung Singaranu, pemberontakan berhasil diredam dan para pemimpin dari daerah yang memberontak ditangkap hidup-hidup. Adipati Ukur dari Ukur, Adipati Rangga Gempol dan Pangeran Wira Adinegara yang dihadapkan kepada Sultan Agung diberi pilihan, Diampuni dengan membantu Mataram menyerang Batavia atau menolak menyerang Batavia dan menerima hukuman penggal. Adipati Ukur dan Rangga Gempol memilih membantu Mataram menyerang Batavia, tapi tidak dengan Pangeran Wira Adinegara yang menolak mendukung Mataram menyerang Batavia, beliau mati dipenggal.

Di Batavia pun Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen dihadapkan dengan masalah yang menyangkut harga dirinya. Sara (Saartje) Specx yang dititipkan kepada Coen oleh Ayahnya, Jacques Specx yang sedang melakukan perjalan ke Patria, melakukan tindakan yang melanggar peraturan moral yang baru saja diterapkan di Batavia. Saartje Specx tertangkap basah sedang berduaan dengan Pieter Van Koertenhoef, seorang Perwira Muda VOC. Saartje dan Pieter kemudian di sidang di hadapan Dewan Hakim dan Dewan Gereja. Di persidangan, Pieter dijatuhi hukuman penggal, dan Saartje dijatuhi hukuman cambuk seratus kali, yang eksekusinya berlangsung satu tahun kemudian.

Setelah kegagalan pada serangan pertama di tahun 1628, Mataram berusaha melakukan serangan kedua pada tahun berikutnya, 1629. Penyerangan kali ini dipersiapkan lebih matang. Dikirimlah Tumenggung Singaranu, Pangeran Purbaya, Adipati Puger, Adipati Jumenah dan Tumenggung Madiun, Walau dipersiapkan lebih matang, serangan kali ini juga gagal, padahal Batavia saat itu sedang terkena Wabah disentri yang pada tanggal 21 September 1629 merenggut nyawa Sang Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen. Saat pasukan Mataram pimpinan Tumenggung Singaranu kalah dan terpukul mundur, rupanya Adipati Ukur memanfaatkannya untuk kabur dan meninggalkan medan perang bersama anak buahnya menuju Banten, walau akhirnya tertangkap dan di eksekusi oleh Sultan Agung.

Tiga hari sebelum meninggal dunia, Jan Pieterzoon Coen sempat menyaksikan eksekusi pemenggalan Pieter Van Koertenhoef dan Saartje Specx. Beberapa hari setelah meninggalnya Jan Pieterzoon Coen, ayah Saartje Specx, Jacques Specx, pulang dan menggantikan posisi Jan Pieterzoon Coen dengan lebih disiplin. Hingga dapat memukul mundur pasukan Mataram pimpinan Tumenggung Singaranu yang sudah terpecah belah.

Rizki Pradana

Jakarta

25 Juli 2007

00.36


3 comments:

Anonymous said...

Dari sumber yg saya baca: Bahureksa memang meninggal dalam pertempuran di hutan luar Batavia; namun Mandurareja dan Upasanta adalah mati karena dihukum atas kegagalannya. Demikian menurut buku Sejarah Nasional Indonesia III.
Semoga berkenan atas tanggapan saya ini, karena kita semua saya kira ingin mencari kebenarannya.
:)

Anonymous said...

BTW, saya sangat bersyukur dan berterima kasih saat searching lewat search-engine dgn keyword 'Batavia 1628' dapat menemukan posting dan blog ini. Posting ini sangat bermanfaat bagi saya yg berminat untuk menelusuri jejak2 Mataram dalam tahun2 sekitar itu. Dapatkah menyebutkan sumbernya juga sumber2 lain yg terkait?

Unknown said...

Kang nur, sumber-sumber yang saya pakai untuk referensi pembuatan cerita ini dapat dari perpustakaan Museum Sejarah Jakarta dan beberapa buku berbahasa belanda dan bahasa banten... mohon maaf saya lupa judulnya....

terima kasih atas apresiasi Kang Nur...

Mudah-mudahan dalam waktu kedepan nanti bisa terjadi lagi teater rekonstruksi...